Realtime Hit Counter

Selasa, 10 Mei 2011

Mal dan Budaya Konsumerisme


Mal dan Budaya Konsumerisme

Oleh: M.Abu Bakar

Mal dan Budaya Konsumerime merupakan dua hal yang tak bisa di pisahkan, karena satu dengan lainnya terdapat koherensi. Dimana Budaya konsumerisme itu bisa timbul karena Mal juga. Pemerintahan di negara kita yang ingin mengembangkan perekonomiannya yaitu salah satunya dengan cara membangun pusat perbelanjaan dan mengundang investor asing untuk menginvestasikan modalnya di negara kita. Namun, malah sebaliknya pembangunan pusat perbelanjaan dan mendatangkan investor asing ke negara kita justru malah membuat negara kita kehilangan identitasnya sebagai orang tua bagi warga negaranya dimana negara itu harus bersikap adil terhadap rakyat nya dan tidak boleh sampai mementingkan salah satu pihak aja dan mengabaikan pihak yang lain yang termasuk dalam warga negaranya. Pemabangunan Mal yang bertujuan sebagai salah faktor memajukan ekonomi negara justru malah berdampak buruk bagi rakyat nya sendiri, contohnya dalam hal tempat pembangunan mal itu sendiri. Kadang-kadang orang yang ingin membangun mal tersebut itu tidak memikirkan kenyamanan bagi beberapa pihak, kadang mereka menggusur tempat-tempat dimana banyak keluarga tinggal di tempat itu dan mereka juga udah lama tinggal disana walaupun mereka orang awam yang tidak tahu menahu masalah hak kepemilikan tempat tersebut dan suka menjadi sasaran orang yang ingin membangun suatu waralaba pribadi dengan menipu dan menindas orang-orang jelata tanpa memikirkan nasib rakyat jelata jikalau pembangunan itu jadi dilaksanakan. Hal yang seperti itulah yang menghilangkan identitas suatu negara dimana hanya satu pihak yang di untungkan dan merugikan pihak yang lain tidak adanya keadilan bagi semuanya. Rakyat jelata menjadi korban dalam hal seperti itu dan orang kaya yang menguasai permainannya.

Dalam nilai-nilai republikanisme dan kosmopolitanisme bisa kita dapatkan bahwasanya suatu negara yang baik itu yaitu ketika setiap orang berani untuk mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan umum atau publik, dan kenyataan yang ada sekarang dalam negara kita adalah bahwasanya pembangunan mal-mal ataupun pusat perbelanjaan menjadi salah satu penyebab perusak bagi sistem demokrasi di negara kita, karena kalo kita hubungkan dengan nilai-nilai republikanisme dan kosmopolitanisme, orang yang membangun pusat perbelanjaan itu hanya untuk kepentingan pribadi bukannya kepentingan umum bahkan sampai bisa merugikan pihak orang lain dengan merebut hak orang lain seperti hak tempat tinggal mereka yang dijadikan sebagai mal atau pusat perbelanjaan dan itu bertentangan dengan nilai-nilai yang berada dalam republikanisme dan kosmopolitanisme yang harusnya setiap orang itu berani untuk mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan publik. Selain itu, hal tersebut juga mengakibatkan rusaknya sistem demokrasi yang ada di negara kita, pengambilan hak orang lain menjadi pemicu rusaknya demokrasi di negara kita dan juga terdapat diskriminasi antar golongan, kita tahu bahwa mal identik nya dengan barang-barang atau produk-produk yang berkualitas dan berharga mahal, jadi secara otomatis orang yang pergi ke mal hanyalah orang-orang yang kaya saja sedangkan rakyat jelata itu tidak bisa masuk ke mal itu, jadi seakan-akan mal itu hanya untuk kalangan orang kaya saja tidak untuk rakyat jelata. Dan juga itu bisa merusak atau menghilangkan identitas suatu negara, kita tahu bahwasanya konsep kosmopolitanisme yaitu kepemilikan bersama atas permukaan bumi ini berdasarkan prinsip-prinsip imperative universal jika kita hubungkan dengan kepemilikan orang yang mendirikan mal atau orang yang punya mal itu tidak sesuai dengan konsep kosmopolitanisme, sehingga hilanglah identitas sebuah negara. Tidak hanya itu, ketika mal-mal itu semakin merajalela ada dimana-dimana sampai-samapi mal itu masuk kampung ataupun sebuah desa, berati secara tidak langsung kampung itu maupun desa itu sudah kehilangan identitasnya sebagai kampung maupun desa yang dimana asalnya mereka hanyalah sebagai tempat yang serba sederhana, serba jaman dahulu suasananya sampai datangnya mal ke pelosok desa dan kampung menghilangak identitas mereka semua, dan juga itu ujung-ujungnya dengan sendirinya akan menghilangkan identitas suatu kewarganegaraan.

Mal merupakan cikal bakal kapitalisme, dan itu artinya yang mempunyai ekonomi kecil akan tersingkir dari permainan itu, juga akan adanya kecemburuan social dimata masyarakat. Kita tahu bahwa mal itu identiknya dengan orang-orang kaya saja yang berhak berbelanja disana sedangkan orang yang mempunyai ekonomi pas-pasan atau di bawah rata-rata tidak akan sanggup untuk berbelanja disana. Jika kita hubungkan antara mal dan kehidupan social, itu pasti akan terjadi perbedaan dan menimbulkan perpecahan di antara sesame. Itu dikarenakan adanya kecemburuan social dan juga ketidak adilan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Seharusnya Negara itu mem,berikan kesejahteraan bagi semua rakyatnya, dan pembangunan mal menjadi salah satu pemicu hilangnya prinsip republikanisme di Negara kita, karena pembangunan itu didsari untuk kepentingan pribadi bukannya kepentingan public.

“contestation alone is insufficient, even if it is all that is feasible in the absence of democratically organized institutions that offer opportunities for deliberation and participation. Without reasons-responsive institutions, citizens can only hope indirectly to influence decision by means of public strategic actions. Indeed, citizen sovereignty functions in part as a principle favoring the pluralism of democratic forms of life”.

Dalam kutipan diatas dijelaskan bahwasanya dalam demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat, jika ada suatu keputusan harus di pertimbangkan secara matang ( tidak langsung di tentang) demokrasi menawarkan kepada rakyat untuk merespon dan berpartisipasi dalam suatu kebijakan, juga rakyat hanya bias berharap secara tidak langsung untuk mempengaruhi keputusun dari suatu institusi pemerintah dengan aksi public. Jika kita hubungkan dengan kerugian dari satu pihak akibat dari pembangunan mal dimana-mana jelaslah itu bertentangan bahwasanya Negara demokrasi itu harus kembali kepada rakyat dan mengutamakan rakyat terlebih dahulu dengan kepentingan bersama.

BUDAYA KONSUMERISME

Budaya konsumerisme merupakan cikal bakal kapitalisme, karena kita tahu sendiri bahwasanya konsumerisme itu sudah menghancurkan rakyat dengan suguhan produk-produk dari luar. Dan ketika mereka sudah terpengaruh akan produk-produk dari luar dan mereka hanya sebatas konsumen saja, tentunya itu akan menjadi suatu kebudayaan yang jelek yang akan menghancurkan negara kita, dan juga menghilangkan identitas negara tersebut. Contohnya saja, negara kita yang setiap masanya di suguhi barang-barang terbaru dari luar yang sangat menarik mengalahkan produk hasil negara kita sendiri. Tentunya itu akan menghilangkan identitas suatu kenegaraan, jika misalnya baju batik hasil negara kita itu kalah dengan model-model baju yang dari barat, secara otomatis baju batik itu secara perlahan-lahan akan berkurang sampai akhirnya menghilang dari negara kita, yang asalnya batik itu adalah ciri khas negara kita, sekarang menjadi tidak lagi karena telah kalah sama produk dari luar, dan alhasil dari perbuatan itu masyarakat malah semakin terlena mengkonsumsi produk-produk bikinan luar.

Pasar bebas yang telah dibuka oleh negara kita menjadi salah satu pemantik makin menyalanya budaya konsumerisme, dengan adanya pasar bebas ini lah orang-orang khususnya warganegara kita akan semakin merajalela mengkonsumsi terhadap barang-barang dari luar tersebut, dengan di fasilitasinya banyak mal di negara kita maka sebakin banyak pula investor asing yang datang kepada kita untuk menanam modal di negara kita, walaupun kedatangan investor asing itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi negara kita karena akan membantu kenaikan perekonomian negara. Namun, kerugiannya yang diterimanya pun lebih besar lagi, kecemburuan sosial, dan ketidak adilan sosial membuat negara demokrasi seperti kita ini menjadi hancur kehilangan nilai-nilai demokrasinya dan juga kehilangan identitasnya sebagai negara. Namun, tidak semua kebijakan atau aksi yang dilakukan pemerintah itu semuanya tidak bagus terutama dalam masalah ini yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau dengan produsen dan konsumen, dalam model demokrasi kosmopolitan di sebutkan bahwasanya

“prinsip-prinsip yang menentukan menyangkut keadilan sosial adalah sebagai berikut: produksi, distribusi, dan eksploitasi sumber-sumber harus kondusif bagi, dan sesuai dengan, proses demokratis dan struktur tindakan politik bersama”.

Dari kutipan di atas jika kita hubungkan dengan mal dan budaya konsumerisme tentunya tidak terdapat keadilan sosial, baik itu produksinya, distribusinya, maupun eksploitasinya tidak sesuai dengan proses demokratisnya dan juga struktur tindakan politik bersama, pembangunan mal misalnya yang hanya menguntungkan satu pihak saja, bahkan sampai tempat berdirinya mal merebut hak orang lain khususnya rakyat jelata dan juga pembangunan mal ini bukan struktur tindakan politik bersama, termasuk juga budaya konsumerisme yang hanya menimbulkan kecemburuan sosial di antara sesama, dan juga merusak tatanan sistem demokrasi di negara kita, dan juga sampai menghilangkan identitas suatu negara.

Budaya konsumerisme memang akan menjadikan perpindahan yang asalanya negara demokrasi menjadi negara yang kapitalis, dimana ketika negara itu sudah menjadi kapitalis maka setiap orang nya akan bersaing dengan sesama untuk memenuhi keinginan pribadinya dengan mengesampingkan orang lain, dan tanpa memikirkan rakyat jelata di bawahnya dengan cara mengambil hak-hak mereka, dan secara perlahan demokrasi yang ada di negara kita akan lenyap dengan sendirinya. Sebagai pemerintah harusnya bisa melihat kedepannya akibat jika konsumerisme itu sudah menjadi kebudayaan, dan pemerintah pun bisa mencegahnya dari awal-awal agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Rakyat jelata yang menjadi korban hanya bisa berharap pada kebijakan pemerintah terhadap suatu kasus, dan disini pemerintah haruslah tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh rakyat, karena kita ini merupakan negara yang demokratis dimana pemerintah itu dipilih oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.